GLOBAL SULTRA.COM.Konawe Kepulauan, — Ketua DPD Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Provinsi Sulawesi Tenggara, La Songo, mengecam keras kondisi pelayanan di SPBU Langara, Kabupaten Konawe Kepulauan. Menurutnya, SPBU ini beroperasi secara amburadul, tidak profesional, dan berpotensi melanggar hukum nasional. Kamis 20 November 2025.
La Songo, aktivis yang dikenal pantang pulang sebelum aspirasinya disahuti, menegaskan bahwa kondisi semrawut ini telah melewati batas toleransi warga.
“Sejak dibangun, SPBU ini sarat praktik tidak tertib: pengisian BBM manual tanpa nozzle, jam operasional acak, dan pelayanan pilih-pilih. Jika instansi terkait tetap berpangku tangan, jangan salahkan masyarakat jika memboikot SPBU ini,” tegas La Songo.
Ia menekankan bahwa pengelola SPBU maupun aparat pemerintah memiliki kewajiban hukum untuk menegakkan standar pelayanan sesuai aturan. Berdasarkan UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas):
Pasal 36 ayat (1): penyediaan BBM harus efisien, aman, dan tidak merugikan konsumen.
Pasal 40 ayat (2): setiap badan usaha penyedia BBM wajib memenuhi standar mutu dan prosedur operasional yang ditetapkan.
Selain itu, aturan Pertamina menegaskan seluruh SPBU wajib menerapkan pengisian BBM sesuai SOP dengan nozzle, demi akurasi volume, keselamatan, dan kepastian harga bagi konsumen.
“Warga berhak atas layanan adil dan transparan. Ketidakpatuhan SPBU bukan sekadar kelalaian, tetapi pelanggaran hukum yang dapat berujung sanksi administratif, denda, hingga pencabutan izin, sesuai Pasal 43 UU Migas dan peraturan turunan Pertamina,” tegas La Songo.
Hingga kini, pengelola SPBU maupun instansi pemerintah belum memberikan tanggapan resmi atas desakan warga.
Sejumlah warga, yang diwakili oleh Iksan dan Aksan, menegaskan bahwa kondisi ini bukan kasus pertama.
Iksan menyatakan:
“Ini bukan pertama kali terjadi. Kami datang setiap hari, mengantre lama, tapi tetap tidak kebagian BBM. Jam buka-tutup SPBU tidak jelas, pengisian manual tanpa nozzle jelas merugikan kami. Kalau instansi terkait diam saja, wajar kalau masyarakat melakukan boikot.”
Aksan menambahkan:
“SPBU seharusnya menjadi tempat pelayanan publik yang adil. Nyatanya, pelayanan di sini pilih-pilih dan tidak transparan. Kami merasa dirugikan, dan ini sudah melanggar aturan Pertamina. Jika tidak segera ditertibkan, boikot bukan sekadar ancaman—ini hak kami sebagai konsumen.”
Keluhan mereka menyoroti pengisian BBM manual, jam operasional yang tidak konsisten, dan pelayanan yang dilakukan sesuka hati. “Pagi buka jam 9, siang tutup jam 13. Sore dibuka jam 16, tapi pukul 17.30 sudah tutup lagi. Kami mengantre lama, tapi tetap tidak kebagian,” tambah warga.
Warga menegaskan, boikot bukan ancaman kosong. “Jika SPBU ini tidak segera ditertibkan, jangan salahkan masyarakat jika melakukan boikot. Tidak mungkin aparat tidak mengetahui praktik permainan di SPBU ini. Instansi terkait sebaiknya menutup SPBU sementara hingga pelayanan tertib dan sesuai hukum,” tegas mereka.
La Songo menutup pernyataannya dengan peringatan tegas:
> “Pelayanan publik bukan slogan kosong. Ini hak dasar masyarakat yang dilindungi UU Migas dan peraturan Pertamina. SPBU Langara tidak hanya melanggar prosedur, tapi juga merendahkan kepercayaan publik. Jika pengelola dan aparat pemerintah terus berpangku tangan, masyarakat tidak akan diam. Ingat, suara rakyat adalah suara Tuhan. SPBU ini sebaiknya ditutup sementara sampai pelayanan benar-benar tertib, profesional, dan sesuai hukum!”.(Redaksi)

.






Komentar