Visioner Indonesia Ingatkan Publik Jaga Praduga Tak Bersalah, Tolak Penghakiman Lewat Pamflet

News24 views

GLOBAL SULTRA.COM.JAKARTA,- Ramainya peredaran pamflet yang menyeret nama Gubernur Sulawesi Tenggara berinisial ASR dalam isu pertambangan di Pulau Kabaena mendapat tanggapan dari Visioner Indonesia.

Organisasi tersebut mengingatkan pentingnya menjaga prinsip negara hukum dan menghindari penghakiman publik sebelum adanya keputusan hukum yang sah.

Sekretaris Jenderal Visioner Indonesia, Akril Abdillah, menyampaikan bahwa setiap persoalan hukum, termasuk yang berkaitan dengan lingkungan dan pertambangan, wajib diselesaikan melalui mekanisme resmi penegakan hukum, bukan melalui tekanan opini atau framing visual yang berpotensi menyesatkan persepsi publik.

“Indonesia adalah negara hukum. Artinya, penentuan bersalah atau tidaknya seseorang hanya dapat ditetapkan melalui proses peradilan, bukan melalui poster, pamflet, atau asumsi yang beredar di ruang publik,” ujar Sekjen Visioner Indonesia, Senin (15/12/2025).

Baca Juga:  Rumah Sakit Bhayangkara Kendari Siagakan Pelayanan Kesehatan di Ajang STQH

Menurutnya, publik perlu memahami perbedaan antara penjatuhan sanksi administratif terhadap badan usaha dengan pertanggungjawaban pidana yang melekat pada individu. Dua hal tersebut, kata dia, memiliki dasar hukum, mekanisme, dan konsekuensi yang berbeda.

Ia menilai bahwa penertiban kawasan hutan dan pengenaan denda administratif merupakan instrumen hukum yang sah dalam tata kelola sumber daya alam. Namun, menarik kesimpulan hukum terhadap individu tanpa putusan pengadilan dinilai berpotensi melanggar asas praduga tak bersalah.

Lebih lanjut, Visioner Indonesia menegaskan bahwa pihaknya tidak menafikan pentingnya perlindungan lingkungan hidup. Justru sebaliknya, organisasi tersebut mendorong pengelolaan sumber daya alam yang transparan, berkelanjutan, dan berpihak pada kepentingan masyarakat.

Baca Juga:  Jelang pemilu 2024, Polres Konsel Tingkatkan Giat Patroli Presisi

“Perjuangan lingkungan adalah agenda penting. Tetapi cara memperjuangkannya juga harus beradab dan konstitusional. Jika tidak, yang rusak bukan hanya lingkungan, tetapi juga sendi demokrasi dan kepercayaan publik terhadap hukum,” tegasnya.

Lebih jauh, Visioner Indonesia menambahkan poin penting terkait etika penyampaian kritik, khususnya dalam bentuk visual.

Ia menilai bahwa pembuatan flayer dengan mencantumkan foto seseorang terlebih kepala daerah lalu diberi coretan atau simbol tertentu, dapat dikategorikan sebagai tindakan vandalisme visual dan pencemaran simbolik terhadap martabat individu.

“Tindakan mencoret atau memberi tanda pada foto seseorang dalam pamflet bukan lagi kritik substansi, melainkan bentuk vandalisme visual yang berpotensi melanggar etika, norma hukum, dan prinsip penghormatan terhadap jabatan publik,” tegasnya.

Baca Juga:  Survei Penilaian Integritas Pendidikan KPK : Provinsi Sultra Masuk Kategori Paling Berintegritas

Visioner Indonesia pun mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersikap lebih kritis dan dewasa dalam menyikapi informasi, serta tidak mudah terprovokasi oleh narasi yang belum teruji secara hukum.

“Penegakan hukum yang kuat membutuhkan ketenangan, objektivitas, dan integritas. Bukan tekanan, bukan stigma, dan bukan penghakiman dini,” pungkasnya

Pernyataan tersebut disampaikan sebagai bentuk komitmen Visioner Indonesia dalam menjaga ruang publik yang sehat, rasional, dan berorientasi pada keadilan substantif.

(Redaksi Global)

.

Komentar