oleh

PROTES WARGA SULTRA SOAL PENGHARGAAN “PIN EMAS” KEPADA POLDA SULTRA

GLOBAL SULTRA.COM.KENDARI, — Gelombang kekecewaan dan protes keras muncul dari masyarakat Sulawesi Tenggara (Sultra) setelah pemberian Pin Emas dari Kementerian ATR/BPN kepada Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara atas klaim keberhasilan pemberantasan mafia tanah,5 Desember 2025

Bagi warga yang selama bertahun-tahun berjuang mempertahankan hak atas tanah, penghargaan itu dinilai sangat melukai perasaan rakyat, bahkan dianggap sebagai bentuk pengabaian terhadap kenyataan pahit di lapangan.

“Mafia tanah yang mana sudah diberantas?” — pertanyaan warga

Ratusan warga pemilik lahan, aktivis agraria, serta tokoh masyarakat mempertanyakan dasar penghargaan tersebut. Mereka menyebut klaim pemberantasan mafia tanah sebagai narasi kosong yang tidak mencerminkan kondisi nyata masyarakat.

Seorang tokoh masyarakat menegaskan:

> “Mafia tanah yang mana diberantas Polda Sultra? Sejak kapan Polda bergerak memberantas mafia tanah? Kapan, di mana, dan siapa saja oknum yang sudah ditangkap? Kami tidak melihat itu terjadi.”

Baca Juga:  Satgas Pangan Polda Sultra Cek Distribusi Beras di Kendari, Pastikan Harga Sesuai HET

Warga menilai justru kebalikannya yang terjadi: kasus-kasus sengketa tanah semakin marak, laporan masyarakat tidak mendapat tindak lanjut jelas, dan sebagian oknum aparat malah terkesan berada di pihak para mafia tanah.

Rakyat Sultra: “Kami belum merdeka dalam urusan agraria”

Warga menilai pemberian Pin Emas adalah tindakan yang kontras, berlebihan, dan sekadar formalitas. Mereka menganggap pemerintah pusat, khususnya Kementerian ATR/BPN, tidak memahami betapa kompleks dan sakitnya persoalan agraria di Sultra.

Banyak masyarakat menyatakan mereka “belum merdeka” dalam urusan tanah, karena:

proses hukum yang tumpul ke atas dan tajam ke bawah,

laporan warga digantung tanpa kepastian,

sertifikat tumpang tindih terus bermunculan,

konflik masyarakat dengan perusahaan dibiarkan berlarut-larut.

Ismunahadi: “Lebih berharga besi berkarat daripada penghargaan ini”

Pengamat dan analis administrasi pertanahan, Ismunahadi, memberikan komentar tajam terkait pemberian penghargaan tersebut.

Baca Juga:  Penangkapan Ikan Diduga Menggunakan Bahan Peledak di Perairan Pulau Mangata, Pelaku Menyerahkan Diri

Menurutnya:

> “Penghargaan itu tidak ada nilainya. Lebih berharga besi berkarat daripada Pin Emas yang hanya menertawakan penderitaan rakyat.”

Ismunahadi menilai penghargaan ini justru menunjukkan minimnya pemahaman kementerian terhadap realitas konflik agraria di Sultra. Ia menegaskan bahwa kementerian tampak terburu-buru, tidak melakukan pendalaman, dan tidak mendengar jeritan rakyat sebelum mengambil keputusan.

Kekecewaan kepada Menteri ATR/BPN

Warga menilai Menteri ATR/BPN seolah buta terhadap fakta lapangan, sebab banyak kasus tanah hingga kini justru mandek di bawah kewenangan BPN. Mereka melihat tindakan pemberian penghargaan ini sebagai keputusan yang tidak mempertimbangkan:

keadaan nyata konflik agraria di Sultra,

Ratusan korban sertifikat ganda dan tumpang tindih,

proses hukum yang berjalan lambat,

serta dugaan keterlibatan oknum-oknum yang tidak ditindak tegas.

Baca Juga:  Ketua Bawaslu Sultra Nyatakan, Dugaan Politik Uang Oleh Salah Satu Paslon Cagub Tidak Terbukti

Seruan kepada Pemerintah Pusat: “Lihatlah penderitaan kami sebelum memberi penghargaan”

Warga Sultra meminta Presiden dan Menteri ATR/BPN untuk turun melihat langsung situasi lapangan, bukan sekadar menerima laporan internal yang terkesan bersih dan steril.

Masyarakat mendesak agar:

1. Dilakukan audit nasional atas penanganan kasus mafia tanah di Sultra.

2. Dipublikasikan daftar oknum mafia tanah yang benar-benar telah ditindak, apabila memang ada.

3. Pemerintah menghentikan penghargaan formalitas sebelum rakyat merasakan keadilan yang nyata.

4. Seluruh konflik agraria diselesaikan secara transparan dan tidak kosmetik.

Penutup

Pemberian Pin Emas yang semestinya menjadi simbol prestasi justru berubah menjadi simbol ketidakadilan, kehilangan kepercayaan, dan kemarahan rakyat Sultra. Warga berharap pemerintah tidak menutup mata dan segera melakukan langkah nyata—bukan sekadar seremoni penghargaan yang dianggap tidak pantas dan menyakitkan.( Redaksi )

.

Komentar