oleh

Kendari Membara Pagi Tadi: Massa KOPPERSON Bakar Ban, Protes Keputusan Non-Eksekutabel Tanpa Dasar

GLOBAL SULTRA.COM.KENDARI, | Aroma tak sedap kembali menyeruak dari balik meja birokrasi pertanahan di Kota Kendari. Kasus lahan Tapak Kuda, yang sejatinya sudah memiliki putusan inkrah sejak tahun 1995, mendadak hidup lagi. Sumber gejolak kali ini datang dari dua instansi negara yang mestinya jadi benteng kepastian hukum: Pengadilan Negeri Kendari dan Kantor Pertanahan Kota Kendari (BPN).

Kuasa Khusus KOPPERSON, Fianus Arung, menuding ada koordinasi gelap yang berpotensi mencederai supremasi hukum. Ia menyebut dua surat terbit di tanggal yang sama, 27 Oktober 2025, namun isinya bertolak belakang secara hukum dan logika administrasi.

Satu surat dari PN Kendari berisi pemberitahuan pelaksanaan konstatering. Surat lainnya dari BPN Kota Kendari justru menyebut objek sengketa milik KOPPERSON “tidak jelas”.

“Dua surat, satu tanggal, dua arah kebijakan. Ini bukan kebetulan. Ini indikasi,” ujar Fianus Arung, Senin (10/11/2025).

Menurutnya, surat dari BPN itulah yang menjadi sumber kekacauan hukum. Sebab, lahan HGU milik KOPPERSON yang diterbitkan tahun 1981 — lengkap dengan surat ukur dan arsip resmi negara — kini justru dianggap “tak jelas”.

Baca Juga:  Dukung Ketahanan Pangan, Brimob Polri Siapkan 5 Ha Lahan untuk Tanam Jagung Bareng Warga Karawang Timur

“Ironis. Lembaga yang menerbitkan sertifikat kini malah meragukan produknya sendiri,” tegas Fianus.

Dua Surat, Dua Realitas Hukum

Keterangan lapangan memperkuat dugaan adanya ketidakkonsistenan serius di tubuh BPN. pernah menegaskan beberapa tahun lalu bahwa HGU KOPPERSON masih sah dan telah “didudukkan secara administratif”. Namun di kesempatan berbeda, pernyataannya berbalik arah — menimbulkan kesan ada tekanan atau perubahan sikap yang tidak wajar tegas Fianus

Kondisi itu memperlihatkan lemahnya koordinasi vertikal antara Kanwil BPN Sultra dan Kantor Pertanahan Kota Kendari. Satu kebijakan berbelok ke kiri, lainnya ke kanan.

Tanggal 27 Oktober 2025 menjadi simbol kekacauan itu. Dua surat resmi negara, lahir di hari yang sama, tapi membawa dua realitas hukum berbeda. Publik mencium gelagat rekayasa: upaya membangun narasi bahwa objek lahan KOPPERSON “tidak jelas”, padahal arsip hukum menyebut sebaliknya.

Bukti Tak Pernah Hilang

KOPPERSON mengantongi seluruh dokumen resmi: peta, surat ukur, dan sertifikat. Semua masih terarsip, belum pernah dicabut negara. Namun, pelaksanaan konstatering di lapangan disebut sarat kejanggalan. Dari ratusan aparat yang dijadwalkan hadir, hanya segelintir terlihat di lokasi. BPN datang hanya sebatas formalitas, tanpa ketegasan sikap hukum.

Baca Juga:  Polda Sultra Gelar Sholat Idul Fitri di Lapangan Apel Presisi

“Mereka hadir administratif, tapi tidak menjalankan hukum. Ini preseden buruk bagi negara hukum,” kata Fianus.

Keputusan Ketua PN Kendari yang menyatakan putusan inkrah tersebut non-eksekutabel juga dianggap cacat hukum. Alasannya, objek dianggap “tidak jelas”, padahal batas wilayah HGU milik KOPPERSON masih bisa ditunjukkan secara fisik dan administratif.

“Keputusan itu cacat syarat dan cacat hukum. Hanya alasan untuk menutupi kesalahan lama,” tegas Fianus.

Kesalahan Lama yang Berbuah Konflik

Kesalahan lama itu disebut berakar dari penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) di atas HGU yang masih aktif sejak 1981. SHM tersebut muncul pada 1986 dan kini berdiri di atasnya bangunan komersial, termasuk rumah sakit swasta dan gudang usaha.

“Inilah akar kekacauan Tapak Kuda. SHM di atas HGU aktif. Kini, mereka seolah ingin hapus jejak itu dengan menyebut objek kami tidak jelas,” tutur Fianus.

Baca Juga:  DPR RI Apresiasi Jenderal Sigit Atas Penghargaan Bagi Satrio

Menurutnya, narasi “demi rakyat” yang sering digaungkan sejumlah pihak adalah bentuk pembelokan fakta.

Hukum yang Berpihak

KOPPERSON menegaskan bahwa perjuangan mereka bukan semata soal tanah, melainkan soal tegaknya marwah hukum.

“Kami tidak melawan negara, kami menagih janjinya,” ujar Fianus Arung.

Bagi mereka, jika hukum bisa dinegosiasikan, maka keadilan hanyalah slogan.

Sementara itu, pantauan awak media di lokasi Kantor Pertanahan Kota Kendari menunjukkan situasi tegang. Sejumlah warga dan perwakilan KOPPERSON menggelar aksi protes menuntut kejelasan status hukum lahan Tapak Kuda. Kepala Kantor Pertanahan Kota Kendari dilaporkan enggan memberi keterangan resmi, bahkan meninggalkan lokasi saat massa mendesak klarifikasi.

Publik kini menunggu langkah tegas Kementerian ATR/BPN untuk menertibkan kembali koordinasi antar lembaga, agar hukum tak lagi dipermainkan oleh tanda tangan yang bertolak belakang.

Kendari kini kembali jadi cermin: ketika tinta di atas kertas bisa mengubah nasib lahan, dan ketika kebenaran harus berjuang melawan kekuasaan administratif.(Redaksi)

.

Komentar