GLOBAL SULTRA.COM.KENDARI,-Menanggapi komentar salah satu oknum Ruslan Buton yang mengatakan ada Gubernur bayangan, Sekretaris Jenderal Visioner Indonesia, Akril Abdillah, menilai isu dugaan kemunduran birokrasi dan munculnya figur yang disebut sebagai “gubernur bayangan” dalam penyelenggaraan Pemerintahan Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan tuduhan yang tidak berdasar lebih bersifat opini kosong tanpa bukti fakta yang jelas.
Akril menegaskan bahwa tudingan yang disampaikan oleh Ruslan Buton terkait kondisi birokrasi Sulawesi Tenggara yang dinilai tidak lagi berjalan efektif merupakan sikap apriori dan skeptis yang tidak didukung data objektif.
Ia menilai, narasi tersebut berpotensi dipengaruhi oleh kekecewaan politik, menyusul kekalahan yang bersangkutan pada Pemilihan DPR RI serta kekalahan calon gubernur yang didukungnya.
“Pernyataan tersebut cenderung membangun opini tanpa dasar yang kuat dan berpotensi diarahkan untuk mendelegitimasi kepemimpinan Gubernur Sulawesi Tenggara yang sah secara konstitusional,” ujarnya.
Menurutnya tuduhan adanya kemunduran serius dalam tata kelola pemerintahan daerah juga bersifat tendensius. Ia menegaskan bahwa hingga saat ini komunikasi timbal balik antara pimpinan daerah dan jajaran birokrasi berjalan dengan baik, demikian pula peran Wakil Gubernur yang tetap menjalankan fungsi dan kewenangannya secara optimal sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Terkait tudingan adanya figur non-struktural yang disebut sebagai “gubernur bayangan”, yakni seorang purnawirawan TNI berpangkat Brigadir Jenderal berinisial P, Akril menilai tuduhan tersebut tidak berdiri di atas fakta hukum.
Kata Akril keberadaan pihak non-struktural yang memberikan masukan kepada kepala daerah tidak dapat serta-merta dimaknai sebagai pengendali kebijakan pemerintahan.
Menanggapi polemik mengenai kepemimpinan rapat di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara, Akril menjelaskan bahwa Tenaga Ahli Gubernur dapat memimpin atau memfasilitasi rapat sepanjang terdapat penugasan resmi dari Gubernur dan rapat tersebut tidak bersifat pengambilan keputusan struktural.
Dalam tata kelola pemerintahan daerah, Tenaga Ahli merupakan unsur pendukung kepala daerah yang bertugas memberikan masukan, kajian, dan asistensi teknis.
Meski tidak berada dalam struktur eselon birokrasi, Tenaga Ahli dapat menjalankan tugas tertentu berdasarkan surat tugas, disposisi, atau mandat resmi dari Gubernur.
“Sepanjang ada penugasan yang jelas dan rapat tersebut bersifat koordinatif, asistensi, atau pendalaman teknis kebijakan, Tenaga Ahli dapat memimpin jalannya rapat. Namun keputusan tetap berada pada pejabat struktural yang berwenang,” ujarnya.
Akril menambahkan, praktik penugasan Tenaga Ahli untuk memimpin atau mengoordinasikan rapat merupakan hal yang lazim dalam pemerintahan modern, terutama untuk mempercepat sinkronisasi program, pendalaman substansi kebijakan, serta memastikan visi dan misi kepala daerah dapat berjalan secara efektif.
Lebih lanjut, menanggapi desakan agar Ketua Umum Partai Gerindra dan Menteri Dalam Negeri melakukan evaluasi terhadap kinerja Gubernur Sulawesi Tenggara, Akril menegaskan bahwa evaluasi kepala daerah memiliki mekanisme konstitusional dan administratif yang telah diatur secara jelas dalam peraturan perundang-undangan.
Pertama, Gubernur Sulawesi Tenggara dipilih secara langsung oleh rakyat, sehingga legitimasi kepemimpinannya bersumber dari mandat konstitusional, bukan semata-mata dari afiliasi kepartaian. Oleh karena itu, evaluasi kinerja Gubernur tidak dapat dilakukan berdasarkan tekanan opini politik, melainkan harus melalui indikator kinerja yang terukur, objektif, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Kedua, dalam konteks kepartaian, Ketua Umum Partai tidak memiliki kewenangan langsung untuk mengevaluasi atau mengintervensi jalannya pemerintahan daerah. Fungsi partai politik berada pada ranah pembinaan kader dan etika politik internal, bukan pada ranah administrasi pemerintahan.
Ketiga, Menteri Dalam Negeri memiliki mekanisme evaluasi yang bersifat periodik dan berbasis regulasi, antara lain melalui Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD), evaluasi kinerja kepala daerah, serta pengawasan oleh inspektorat dan aparat pengawas internal pemerintah. Evaluasi tersebut dilakukan berdasarkan data dan hasil audit, bukan atas dasar asumsi atau tudingan sepihak.
Keempat, hingga saat ini tidak terdapat keputusan hukum atau temuan resmi dari lembaga pengawas negara yang menyatakan adanya pelanggaran serius dalam penyelenggaraan pemerintahan Provinsi Sulawesi Tenggara sebagaimana yang dituduhkan.
“Oleh karena itu, ajakan untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja Gubernur harus ditempatkan dalam kerangka pengawasan konstitusional yang sehat, bukan sebagai upaya delegitimasi terhadap pemerintahan yang sah,” tegas Akril.
Sebagai informasi, Ruslan Buton merupakan mantan perwira menengah TNI AD yang terakhir berdinas di Yonif RK 732/Banau dengan pangkat Kapten Infanteri. Saat menjabat sebagai Komandan Kompi sekaligus Komandan Pos Satgas SSK III Yonif RK 732/Banau, Ruslan terlibat dalam kasus pembunuhan terhadap La Gode yang terjadi pada 27 Oktober 2017.
Dalam perkara tersebut, Pengadilan Militer Ambon menjatuhkan putusan hukuman 1 tahun 10 bulan penjara serta pemecatan dari dinas militer kepada Ruslan Buton pada 6 Juni 2018.
Selain itu, Ruslan Buton juga pernah ditangkap oleh aparat kepolisian pada tahun 2020 di wilayah Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara. Penangkapan tersebut terkait kasus penyebaran informasi hoaks dan ujaran kebencian.
( Laporan Tim)


.






Komentar